Oktober 3, 2018

KEDELAI SEBAGAI SUMBER PROTEIN

Salah satu keistimewaan kedelai adalah kandungan protein yang tinggi. Kandungan protein dalam biji kedelai kering berkisar antara 30 – 50% dari total beratnya; dan kandungan protein simpanan (glysinin dan β-conglysinin) sebesar 65 – 80% dari total protein. Protein simpanan berfungsi  sebagai sumber nitrogen dalam perkecambahan biji. Protein lain di dalam kedelai adalah protein yang mempunyai aktivitas biologis, yaitu enzim lipoksigenase, inhibitor tripsin, dan lektin. Enzim lipoksigenase, inhibitor tripsin dan lektin bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman kedelai sebagai penahan serangan hama. Akan tetapi, enzim-enzim tersebut bersifat anti-nutrien bagi manusia dan hewan karena menghambat produksi tripsin dan chymotripsin dari pankreas sehingga mengurangi bioavailabilitas protein kedelai. Proses pengolahan dengan menggunakan panas dapat menurunkan aktivitas enzim hingga 80%.

Karakteristik kimiawi protein di dalam kedelai mempunyai peranan besar dalam proses pengolahan pangan. Dalam pengolahan tahu misalnya, glysinin berperan dalam kekerasan dan kekompakan matriks tahu, sedangkan β-conglysinin berperan dalam elastisitas matriks tahu. Oleh karena itu, karakteristik matriks tahu dipengaruhi oleh rasio kandungan glysinin dan β-conglysinin di dalam kedelai. Protein kedelai juga mempunyai kemampuan mengikat senyawa aroma yang tidak diinginkan (off-flavor) seperti aroma beany, grassy, bitter (pahit), dan astringent.

Senyawa protein tersusun dari rangkaian asam amino. Terdapat 20 jenis asam amino yang secara fisiologis diperlukan oleh tubuh manusia, akan tetapi tidak semua asam amino tersebut dapat disintesa di dalam tubuh sehingga harus diperoleh dari diet makanan sehari-hari. Asam amino yang tidak dapat disintesa oleh tubuh disebut sebagai asam amino esensial. Terdapat 8 (delapan) asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia, yaitu Leusin, Isoleusin, Valin, Fenilalanin, Threonin, Methionin, Triptophan, dan Lisin. Biji kedelai mengandung seluruh 8 asam amino esensial tersebut.

Bahan pangan yang mempunyai kandungan protein yang tinggi mengandung asam amino yang tinggi pula. Akan tetapi tidak berarti bahan pangan tersebut mempunyai  kandungan asam amino esensial yang tinggi. Oleh karena itu, kualitas protein suatu bahan pangan ditentukan oleh kemampuan bahan pangan tersebut menyediakan asam amino esensial dalam jumlah yang sesuai dengan kecukupan tubuh. Pengukuran  kualitas protein pada pangan yang dianjurkan adalah dengan menggunakan metode PDCAAS (Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score) yang mengukur daya cerna protein berdasarkan kandungan asam aminonya. Berdasarkan nilai PDCAAS, kedelei mempunyai nilai 0.91 (91%); mendekati PDCAAS daging sapi yang bernilai 0.92 (92%). Telur ayam dan susu sapi mempunyai nilai PDCAAS yang sempurna karena mempunyai nilai 1.00 (100%) (PDCAAS mempunyai nilai maksimum 1.00 (100%) dan angka diatasnya akan dipotong). Diantara pangan nabati sebagai sumber protein, kedelai mempunyai nilai PDCAAS yang paling tinggi, dibandingkan dengan pangan lain misalnya terigu dan kacang ercis.

Saat ini, Organisasi Badan Dunia bidang Pangan dan Pertanian (FAO) mengusulkan pengukuran kualitas protein bahan pangan berdasarkan metode DIAAS (Digestible Indispensable Amino Acid Score). DIAAS dianggap lebih tepat karena mengukur daya cerna asam amino secara lebih akurat, yaitu daya cerna hingga usus kecil (ileum) dan tidak ada pemotongan batas maksimum. Secara penghitungan, nilai DIAAS protein kedelai bagi orang dewasa diperkirakan tidak berbeda jauh dengan nilai PDCAAS. Akan tetapi, bagi bayi dan anak-anak usia <2 tahun, protein kedelai akan mempunyai nilai DIAAS yang lebih rendah daripada susu dan telur.